Hyoyeon!

Hyoyeon!
OMO... How perfect she is, right?

Kamis, 16 Mei 2013

My #1st Fan Fiction (Princess Katerinna and the Witches) Part 4


-Minggu keempat-

Mulai minggu ini adalah minggu terakhir bagi kami untuk latihan. Kami sudah semaksimal mungkin menghapal naskah, setiap gerakan dan tarian, juga lagu. Dan minggu ini akan menjadi penyempurnanya, seminggu full ini kami akan gladi resik, sehari sekali gladi resik. Dan ditiap akhir latihan akan ada evaluasi dari penampilan kami.
Yang kali ini menjadi guru pembimbing kami adalah Mrs. Choi Sooyoung, yang merupakan kepala sekolah Kirin. Ia wanita yang tinggi dengan wajah yang manis, rambut panjang cokelat bergaya formal. Pribadi yang anggun dan ramah, dia juga terkenal baik.



Yang aku tahu ia lulusan Kirin, dan merupakan salah satu lulusan terbaik. Kontribusinya besar dalam ikut membangun Kirin hingga seperti ini. Jangankan untuk Kirin, dedikasinya pada dunia hiburan Korea juga putut diberi penghargaan. Ia merupakan seorang diva pop ternama, pemain drama yang handal juga dancer yang berbakat. Satu lagi, ia juga merupakan kepala sekolah yang hebat.
“Ayo, sekarang semuanya ada diposisi masing-masing…” Kata Mrs. Sooyoung memberi aba-aba. “Siap! Rolling! And action!”
Pertunjukan pun dimulai, drama yang berdurasi 2 jam ini memiliki alur yang mudah dipahami oleh setiap kalangan. Ceritanya mirip seperti serial-serial cerita Barbie yang bertualang.
“Bagus… Kalian semua sudah matang dalam segi acting, tarian kalianpun menarik, suara kalian juga tidak usah diragukan lagi.” Kata Mrs. Sooyoung memuji penampilan kami. “Hanya saja, ada beberapa kekurangan, dan sayangnya masing-masing dari kalian memiliki kekurangan itu.” Lanjutnya.
“Tiffany dan Sandara, kalian terlihat kurang kompak, kalian tidak terlihat seperti saudara yang saling menyayangi, justru saling membenci. Taeyang, kau seharusnya lebih terlihat membenci sang putri karena sang putri sempat membuatmu kesal, tadi kau justru terlihat sangat dendam dengan sang pangeran, apa kau ada masalah dengan Wooyoung?
“Ketiga peri penjaga dan keempat peri hitam, suara kalian kurang harmonisasinya. Kedua perampok, tadi kalian kehilangan satu dialog saat berhadapan dengan putri dan pangeran.
“Wooyoung, di lagu ‘A Whole New World’ suaramu kurang stabil. Dan Taeyeon saat kissing scene, kau terlihat amat sangat kaku. Aku ingin kau benar-benar mencium bibirnya... Mengerti semua?” Kata Mrs. Sooyoung menjelaskan kekurangan kita masing-masing.
Aku akui, pada saat kissing scene aku memang ragu untuk menciumnya karena aku belum pernah melakukannya. Selama ini pria yang aku cium hanyalah ayahku itu juga sudah lama sekali sebelum ia meninggal.
***

Dihari kedua, saat latihan tiba, aku benar-benar melakukan kissing scene itu dengan Wooyoung. Dan itu benar-benar membuatku malu, gugup dan takut. Rasanya agak aneh menyentuh benda lunak itu dengan bibirku sendiri. Tapi… Entah mengapa aku benar-benar deg-degan saat itu.
“Taeyeon! Cut!” Masih kurang chemistry-nya .” Kata Mrs. Sooyoung memotong. “Oke yang lain sudah bagus. Jadi kalian berkumpul disini… Kecuali Taeyeon dan Wooyoung.” Kata Mrs. Sooyoung kepada semua peserta sambil menunjuk bangku-bangku penonton disebelahnya.
“Jadi, Wooyoung, Taeyeon, lakukanlah kissing scene itu dengan benar, kami akan memperhatikannya dari sini. Dan kalau kami semua, aku dan teman-temanmu berpendapat bahwa ciumanmu sudah bagus, kalian semua boleh pulang.” Lanjutnya.
“Tunggu! Jadi mereka akan berciuman sampai…” Kata-kata Tiffany terputus.
“Sampai acting mereka natural dan bagus.” Kata Mrs. Sooyoung melanjutkan kata-kata Tiffany.
Aku melihat Tiffany dan Sandara melihatku sama dengan tatapan-tatapan sebelumnya, tatapan kebencian. Mereka benar-benar membuatku merinding, terutama Sandara, ia seperti memiliki sebuah rencana yang menakutkan.
“Action!!!” Kata Mrs. Sooyoung memberi aba-aba agar aku memulai adegan itu.
“Bagaimana?” Kata Mrs. Sooyoung ketika aku selesai melakukannya.
“Bagus, ayo kita sudahi ini!” Kata Sandara tidak sabar. Tiffanypun mengangguk memberi dukungan, baru kali ini aku melihat mereka kompak seperti itu.
“Siapa yang setuju bahwa itu sempurna. Angkat tangan.” Mrs. Sooyoung memulai untuk mengambil suara.
Dan yang mengangkat tangan ada Sandara, Tiffany, dan kawanannya. Sedangkan yang lainnya hanya diam sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Baiklah, berdasarkan suara, kalian harus memulai adegan itu lagi.”
Dan ketika selesai, pengambilan suarapun dilakukan kembali. Hal adegan itu aku lakukan kira-kira sebanyak puluhan kali. Wooyoung terus menerus memberiku semangat. Sampai pada akhirnya, pada percobaan yang kesekian kalinya, aku berhasil melakukannya.
“Angkat tangan kalian jika kalian merasa adegan itu sempurna.” Dan akhirnya semua mengangkat tangan kecuali Mrs. Sooyoung.
“Ayolah Mrs. itu sudah bagus.” Kata Tiffany membujuk. Dan bukan karena bujukannya Tiffany, akhirnya Mrs. Sooyoung mengangkat tangan dan memberi selamat atas actingku yang terlihat natural.
Jujur aku tidak suka, sama sekali tidak suka dengan adegan ini. Adegan ini membuatku selalu diawasi oleh kedua gadis itu. Dan itu agak membuatku risih. Tatapan itu seakan mengancamku, menungguku lengah agar dapat menjatuhkanku.
“Lebih baik kau kuantar pulang.” Kata Wooyoung yang datang tiba-tiba seusai kami selesai latihan.
“Tidak perlu, kau tau kan kalau rumahku dekat. Lagipula, mereka…” Kataku sambil melirik kearah Sandara dan Tiffany. “Tidak akan menyukainya.” Lanjutku.
“Tapi entah mengapa aku takut kau kenapa-kenapa, aku takut Sandara melakukan hal-hal yang nekat, terlebih setelah latihan tadi.” Katanya dengan nada dan wajah cemas.
“Tenang, aku akan baik-baik saja… Semoga…” Kataku sambil memegang pundaknya, dan pergi meninggalkannya.
***

Sepanjang jalan, entah mengapa sangat sepi malam ini, hanya ada satu atau dua mobil lalu lalang. Malam ini juga terasa lebih dingin dari malam-malam yang lain, bukan karena suhu udara yang turun, tapi karena rasa takut lebih tepatnya. Sedari tadi aku merasa ada yang mengikutiku. Tapi aku mencoba membuang jauh-jauh pikiran negatif itu dan tetap berjalan tenang.
Aku semakin panik, aku benar-benar bisa merasakan orang yang sedang mengikutiku, tapi aku tidak memiliki keberanian untuk menoleh. Ketakutanku sudah memuncak, aku memutuskan untuk mulai berlari namun ia pun mulai berlari mengejarku, aku semakin cepat ia juga mempercepat langkahnya. Aku berlari, tanpa melihat ke sekelilingku. Hingga akhirnya aku sadar bahwa aku sudah berada di depan gerbang rumahku.
Dengan panik aku membuka pintu gerbang itu dengan kunci rumah yang selalu kubawa, lalu kembali menguncinya dan memastikan sudah terkunci dengan benar karena aku takut ia nekat menerobos masuk. Aku membuka pintu rumahku dan langsung menuju kamarku dilantai dua.
Dari jendela aku melihat keluar, dan aku melihat sesosok orang yang mengenakan jubah hitam dengan tudung berada tidak jauh dari rumahku. Aku bergidik ngeri, penampilannya serta kemisteriusannya yang membuatku takut akan hal-hal buruk yang mungkin saja terjadi padaku.
Sudah dua jam aku melihat ia, tetapi ia tetap tidak bergerak satu sentimeter pun dari posisinya. Saat pukul 12 malam ia baru menghilang. Entah kemana, tanpa meninggalkan jejak. Aku benar-benar penasaran apa maksud dan tujuannya… Aku harus lebih waspada…
***
“Apaa?! Siapa yang menerormu, hah?” Tanya Luna terkejut karena ceritaku tentang kejadian semalam.
“Entahlah, tapi aku takut ia berniat jahat.” Kataku mulai menitikan air mata karena takut.
Luna dan Soyeon yang merasa empati ikut menitikan air mata dan mulai memberikan pelukan hangat agar aku lebih tenang sambil mengucapkan kata-kata yang menguatkanku.
“Tenanglah Taenggu… Kau akan baik-baik saja, tenang, sebisa mungkin kami akan membantumu.” Kata Soyeon sambil mengusap air mataku.
“Positif Thinking. Siapa tau hari ini ia tidak akan mengikutimu lagi. Positif thinking aja Taenggu…” Kata Luna.
“Semogaa…” Kataku gemetar karena masih ketakutkan.
“Yasudah, mulai saat ini kami akan pulang bersamamu, untuk menemanimu.” Tawar Soyeon.
“Tidak usah, nanti aku justru merepotkan kalian. Rumah kalian kan tidak searah denganku. Kalau ia memang mengincarku biarlah asal ia jangan mengganggu kalian.”
“Hm…” Soyeon tampak berpikir, “Kalau begitu… Tunggu disini…” Katanya sambil beranjak pergi entah kemana.
Beberapa menit kemudian ia kembali dengan seorang pria, Wooyoung. Tapaknya ia sudah menceritakan kisahku padanya.
“Aku sudah dengar dari Soyeon tentang ceritamu semalam. Apa yang aku takutkan benar-benar terjadi. Aku tau jelas siapa pelakunya…” Kata Wooyoung dengan nada setengah berbisik.
“Siapa?” Tanya Soyeon penasaran.
“Salah satu dari dua orang yang tidak menyukai kedekatan antara aku dengan mu.”
“Tiffany?” Tebak Luna.
“Sandara!” Kata Soyeon dengan nada yakin.
“Sandara, tepat. Setiap ancaman yang keluar dari mulutnya bukan main-main sama sekali.” Kata Wooyoung.
“Lalu apa yang harus aku perbuat? Minta maaf padanya?” Kataku.
“Tidak mungkin semudah itu, kalau ia menganggapmu ancamannya ia akan terus mengejarmu, seperti yang ia lakukan pada Kang Soyu.” Kata Soyeon.
“Siapa itu Soyu?” Tanyaku polos.
“Ia kekasihku. Ia sudah meninggal setahun yang lalu. Kecelakaan.”
“Oh maafkan aku Wooyoung.” Wooyoung menggeleng.
“Entah murni kecelakaan atau rekayasa. Namun dari bukti-bukti sebenarnya ditemukan adanya luka tusuk serta bekas penganiayaan disekujur tubuhnya. Dan orang terakhir yang bersamanya saat itu adalah Sandara, sahabatnya sendiri.” Cerita Soyeon.
“Entah mengapa aku yakin bahwa pembunuhan keji itu dilakukan oleh Sandara. Karena Soyu selalu mengatakan padaku tentang semua ancaman Sandara.” Lanjut Wooyoung.
“Tapi kenapa Tiffany tidak diancam seperti itu?” Tanya Luna.
“Pertama, aku tidak pernah membalas cinta Tiffany, oleh karena itu ia tidak merasa terganggu, ia hanya merasa terganggu dengan wanita yang aku cintai. Kedua Tiffany tidak selemah Soyu dan Taeyeon, Tiffany sama kuat dengan dirinya.”
“Jadi gimana nih? Ada ide gak buat bantuin Taeyeon?” Tanya Luna.
“Hmm… Bagaimana kalau…” Tiba-tiba Soyeon mendapatkan sebuat ide dan mulai membisikannya kepada kita.
***

“Sepulang latihan nanti kita mampir ke café dulu yuk?” Kata Luna sengaja dengan suara keras agar Sandara yang berada tidak jauh dari kami dapat mendengarnya.
“Baiklah.” Jawabku dengan suara tidak kalah keras.
“Kau Wooyoung mau ikut gak??” Tanya Soyeon.
“Baiklah kalau ada Taeyeon disana aku pasti ikut…” Katanya dengan nada menggoda.
“Ciiiieeeee…” Kata Luna dan Soyeon menggoda.
“Aku boleh ikut gak?” Kata Tiffany yang muncul secara misterius. Dan belum sempat kami menjawab tiba-tiba…
“Aku boleh ikut?” Kata Sandara.
“Ih, apaan sih? Ngikutin aja!” Kata Tiffany sewot.
“Yee… Kamu tuh…”
“Sudah gak usah berantem.” Kataku melerai. Merekapun menatapku lagi dengan tatapan seperti biasa.
“Boleh, asal kedua dayang-dayang kalian tidak ikut.” Kata Luna memberikan syarat.
“Okey…” Kata mereka berdua berbarengan.
“Yasudah ayo kita berangkat.” Ajak Soyeon. Tiffany dan Sandara pun berjalan sambil menggandeng lengan Wooyoung, sebelah kanan Tiffany dan sebelah kiri Sandara. Mereka bersaing dalam menunjukkan kemesraannya.
Selama perjalanan menuju parkiran Sandara bersandar dibahu Wooyoung, dan seakan tidak mau kalah Tiffany juga bersandar dibahu kanan Wooyoung sambil mengelus-elus lembut lengan Wooyoung dengan mesra. Aku jadi agak cemburu melihat pemandangan yang ganjil itu.
“Akuuu duduk didepannn…” Kata Tiffany sambil berlari menuju mobil Wooyoung.
“Tunggguuu… Enak aja, aku yang didepaaaannn.” Kata Sandara mulai mengejar Tiffany.
“Kalian bisa lebih dewasa gak? Malu tau berantem mulu. Kalian masing-masing kan bawa mobil, gimana sih?” Kata Wooyoung.
“Gampang, nanti mobilku biar aku serahin ke Jessica biar dia yang nganterin kerumahku.” Kata Tiffany dengan semangat.
“Hyorin juga bisa aku suruh nganterin kerumahku, yang penting sekarang aku satu mobil denganmu dan aku duduk bersebelahan denganmu…” Kata Sandara.
“Oh iya, ngomong-ngomong, mobilnya kan cuma bisa untuk 5 orang, sementara kita ada enam orang.” Kata Soyeon mengingatkan.
“Suruh aja Taeyeon pulang, gampang kan?” Kata Tiffany.
“Enak aja, yang punya rencana awal kan aku, Luna dan Taeyeon, kalo mau kalian aja yang pulang.” Bentak Soyeon. Mereka berdua hanya membuang muka kearah berlawanan.
Akhirnya hal yang mengenaskan terjadi padaku. Aku yang mengemudikan mobil Wooyoung sementara Sandara, Tiffany dan Wooyoung duduk dibelakang dengan Wooyoung ditengah-tengah mereka tentunya. Sementara Luna dan Soyeon mengendarai mobil Tiffany yang tidak jadi dititipkan pada Jessica. Aku jadi merasa seperti supir yang mengantar seorang pengusaha beristri dua.
Sesampainya di café, Wooyoung memilihkan tempat didekat pintu masuk. Sudah sekitar satu jam kami disana membahas masalah sekolah, drama, dan lain-lain. Selain itu Wooyoung terlihat lebih perhatian padaku seperti membersihkan mulutku dari bekas es krim dengan tisu, sampai membereskan rambutku yang sama sekali tidak berantakan.
Sangat terlihat bahwa Tiffany tidak menyukainya, namun Sandara terlihat amat sangat tidak menyukainya. Setengah jam berikutnya Luna dan Soyeon pamit untuk pulang karena ada keperluan mendadak meninggalkanku dengan segala ke-angkeran ini.
“Maaf ya semua, kami pulang duluan.” Kata Luna.
“Byeee…” Kata Soyeon sambil tersenyum dan mendekatkan wajahnya ketelingaku. “Jaga dirimu ya.” Lanjutnya dan aku hanya mengangguk pelan.
Kira-kira satu jam berselang setelah perginya kedua sahabatku itu sampai akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Karena desakan Wooyoung akhirnya Tiffany pulang dan mengendarai mobilnya sendiri serta aku pulang dan mencari taksi yang masih kosong. Sedangkan Sandara masih di café menunggu Jiyeon menjemputnya.
Karena susah sekali mencari taksi yang kosong akhirnya aku memutuskan untuk menaiki bis dan aku perlu berjalan dulu sampai aku dapat menemukan halte bis yang rute-nya menuju kearah rumahku. Sekarang sudah jam sembilan dan daerah ini sangat sepi. Akupun mulai menggigil dan merinding karena hawa dingin malam ini.
Aku terus berjalan dalam diam sampai aku melihat sosok yang sangat tidak asing bagiku karena aku pernah melihatnya. Sosok orang berjubah hitam itu sedang berdiri dibawah lampu jalan yang cahayanya remang-remang. Ia mendekat, dan entah mengapa kakiku tidak ingin digerakan untuk menjauh darinya.
Tubuhku gemetar, keringat dingin membanjiri sekujur tubuhku, dan ketika ia semakin mendekat aku mundur dua langkah namun karena rasa gugup aku tersandung oleh kakiku yang lain dan terjatuh dalam posisi duduk. Pandanganku terus kearahnya ia dan tudung hitamnya benar-benar menakutkan.
Sekitar satu meter dari jarakku ia berhenti dan mulai membuka tudung kepalanya. Perlahan terlihat wajah yang benar-benar aku kenal namun diluar dugaan kami, orang itu adalah Tiffany. Ia tersenyum dan mulai menunjukan deretan giginya. Ia tersenyum puas atas rasa takutku.
“Kaget? Hah?” Katanya dengan suara yang terdengar misterius.
“Ti… ffa… ny? Mana mung… kin??” Kataku gugup.
“Kau pikir aku Sandara? Salah besar honey, salah besar…” Katanya sambil mengambil sesuatu dari kantung jubahnya, sebuah pisau lipat.
“Jangan-jangan kau yang…” Kata-kataku terpotong.
“Membunuh Soyu? Tebakanmu benar, aku yang memang aku yang membunuhnya.” Katanya.
“Kau kejam, tidak berprikemanusiaan?!” Kataku yang mulai berani. Ia tampaknya tidak senang dengan ucapanku, ia langsung berjongkok dan menarik daguku. Wajah kami jadi saling berhadapan, dan aku lihat tatapan yang benar-benar aneh darinya.
 “Berani kau membentakku, hah!!”
“Tiffany!!” Tiba-tiba sebuah suara menghentikan pembicaraan kami. Sandara terlihat kaget dengan apa yang ia lihat.
“Bagus kau ada disini, biar aku jelaskan kematian sahabatmu itu.”
“Soyu maksudmu? Jadi kau tau apa yang terjadi? Atau jangan-jangan kau yang membunuhnya?” Tuduh Sandara.
Tiffany langsung berlari kearah Sandara dan langsung memukul gadis itu berulang kali dibagian perut. Tampaknya Sandara benar-benar tidak dapat melawannya. Lalu dengan kasar Tiffany menarik tubuh Sandara serta menarik tubuhku juga hingga kesebuah persimpangan yang sangat sepi. Setelah merasa menemukan tempat aman, ia mendorong tubuh kami, kamipun jatuh terduduk.
“Saat itu dimalam setelah ia pulang les, aku sudah tau bahwa ia akan melewati jalan sepi demi menghindari kemacetan dimalam hari. Jadi aku mengendarai mobilku dan mengikuti mobilnya bermaksud untuk menerornya sama seperti yang aku lakukan padamu sekarang, mengenakan pakaian konyol ini. Namun tampaknya ia sangat ketakutan sampai kehilangan kendali dan menabrak sebuah pohon.
“Lalu aku mendekati mobilnya dan mendapati ia dalam keadaan sekarat. Dan pada saat itulah aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Aku memukulnya dengan tongkat yang sudah aku persiapkan serta menusukan pisau lipatku diperutnya hingga ia tidak bernyawa lagi. Dan baru ketika aku merasa puas aku pergi membiarkan mayatnya ditemukan orang lain besok.” Katanya dengan nada yang berat dan berbeda dari Tiffany seperti biasanya.
“Kejam sekali kau ini, tega-teganya kau ini. Salah apa Soyu padamu? Hah?” Tampaknya Sandara mulai marah.
“Diam kau, kau tau sendiri kan bahwa sahabatmu itu berpacaran dengan Wooyoung, dan aku tidak terima itu.”
“Kalau memang Wooyoung tidak menyukaimu, kau tidak bisa memaksakannya. Cinta tidak bisa dipaksakan. Kau tau itu!” Kata Sandara tegas.
“Kau pikir apa yang kau lakukan selama ini hah? Kau bahkan rela mengancam bunuh diri untuk mendapatkan cinta Wooyoung hah?” Bantah Tiffany.
“Dan aku baru tau kalau itu salah, aku tidak mau memaksakan cinta lagi.” Kata Sandara yang akhirnya sadar akan kelakukan buruknya selama ini.
“Sekarang biarkan kami pergi.” Lanjut Sandara.
“Tidak semudah itu, kalian sudah mendengar kejadian sebenarnya tentang Soyu, maka kalian tidak akan dapat pergi dengan selamat.”
“Apa yang akan kau lakukan?” Tanyaku.
“Ini!” Ia memperlihatkan pisau lipatnya dan mulai mengeluarkan mata pisaunya.
Saat ini Sandara dengan kuat menggenggam tanganku. Tidak pernah kulihat Sandara selemah ini, ia menangis, pasrah dan takut, tangannya pun dingin sedingin es. Tampaknya kekuatan Tiffany benar-benar tidak dapat ia tandingi. Tiffany mulai mengambil ancang-ancang.
“Sini kau!!!” Teriaknya sambil menarik Sandara dan menekan tubuh Sandara kedinding. “Kau yang pertama, semoga kau cepat menemukan sahabatmu di neraka sana!!!” Ia mengarahkan pisau lipatnya keperut Sandara, ia tidak menusukannya hanya menyentuhkan ujung mata pisaunya diperut Sandara.
“Ini yang akan kau terima jika kau telah tau banyak tentang rahasia diriku.” Ancamnya.
“Tidaaakkk! Jangaaan!” Teriakku yang juga merupakan sebagai tanda agar mereka datang keluar menyelamatkan kami.
Mereka langsung datang tepat waktu tepat sebelum Tiffany menusukan pisaunya, sesuai rencana Wooyoung dan yang lainnya datang dan langsung mengepung Tiffany. Wooyoung dan Soyeon memelukku, Jonghyun dan Kyuhyun menyergap Tiffany yang tampak panik serta Taeyang menenangkan Sandara. Tak lama berselang Luna dan Fei datang dengan beberapa mobil polisi.
Wooyoung berhasil merekam pembicaraan kami terutama pernyataan mengenai kematian Soyu, juga ancaman-ancaman Tiffany terhadap kami. Setidaknya itu bisa menjadi bukti yang kuat untuk menjebloskan Tiffany kepenjara dan mengamankannya untuk beberapa tahun kedepan. Kami semua benar-benar lega dan beberapa teman yang lain juga sempat tidak percaya dengan pengakuan yang mereka dengar dari Tiffany.
Selama ini kami menganggap Sandara lah biang keladi dibalik kematian Soyu, ternyata kami salah dan kami berhutang maaf padanya atas tuduhan tanpa bukti itu kepadanya, kepada Sandara.
***

Keesokan harinya, berita soal tertangkapnya Tiffany serta terbongkarnya kejadian sebenarnya tentang kematian Soyu menyebar dengan sangat cepat. Seisi sekolah geger dengan berita itu. Tak terkecuali Mrs. Sooyoung ia merasa malu, amat sangat malu dengan apa yang Tiffany lakukan.
Kedua sahabat Tiffany; Jessica dan Seohyun pun kaget dan merasa terpukul dengan apa yang menimpa ketua mereka. Mereka terlihat lebih murung dari biasanya. Sandara juga mengalami perubahan, sikapnya terhadap Wooyoung dan aku benar-benar sudah berubah. Ia jadi lebih bersikap biasa pada Wooyoung dan bersikap sangat ramah padaku.
Ia juga sepertinya mulai membuka hatinya untuk Taeyang laki-laki yang sejak dulu sekali sudah memberikan cinta yang tulus padanya. Dan perkembangan antara hubunganku dengan Wooyoung mulai mengalami progress yang baik kearah yang lebih serius. Sepertinya benar kata pepatah, habis gelap terbitlah terang. Setelah semua derita dan lukaku sekarang semua berubah 360 derajat menjadi lebih, jauh lebih baik.
***

“H-5 dan kita kehilangan salah satu pemeran utama?!” Kata Mrs. Sooyoung panik.
“Kita bisa mengganti judulnya dari ‘Princess Katerinna and the Witches’ menjadi ‘Princess Katerinna and the Witch’.” Saran Soyeon.
“Tidak mungkin, judul ‘Princess Katerinna and the Witches’ sudah tercantum didalam catalog acara amal tersebut. Terlalu beresiko untuk menggantinya.” Jelas Mrs. Sooyoung.
“Bagimana kalau salah satu dari kita menggantikan peran Tiffany??” Saranku.
“Iya Mrs. siapa tau ada yang cocok.” Dukung Sandara.
“Baiklah, mari kita mulai.”
Jadi, dari semua perempuan yang terlibat dalam drama ini - tidak termasuk aku dan Sandara - dicasting ulang satu persatu dengan menggunakan dialog, tarian serta lagu yang dinyanyikan Terremar. Dan dari semua perempuan-perempuan itu, yang paling sempurna dalam memerankan Terremar adalah Jessica, entah bagaimana caranya tapi ia benar-benar dapat menguasai peran Terremar. Selanjutnya karakter Jona salah satu peri hitam milik Terremar digantikan oleh Jiyeon serta karakter Yona salah satu peri hitam milik Maressen terpaksa dihapus.
“Oke semua… Kita sudah mendapatkan our new Terremar, so, let’s practice again.” Perintah Mrs. Sooyoung.
Karena ada beberapa pergantian peran, gladi resik yang seharusnya dilakukan sehari sekali jadi ditambah intensitasnya menjadi dua kali dalam sehari. Namun jujur itu membuatku sedikit bahagia, karena aku dapat berlama-lama bersama dengan Wooyoung.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar