-Minggu
keempat-
Mulai
minggu ini adalah minggu terakhir bagi kami untuk latihan. Kami sudah
semaksimal mungkin menghapal naskah, setiap gerakan dan tarian, juga lagu. Dan
minggu ini akan menjadi penyempurnanya, seminggu full ini kami akan gladi resik,
sehari sekali gladi resik. Dan ditiap akhir latihan akan ada evaluasi dari
penampilan kami.
Yang
kali ini menjadi guru pembimbing kami adalah Mrs. Choi Sooyoung, yang merupakan
kepala sekolah Kirin. Ia wanita yang tinggi dengan wajah yang manis, rambut
panjang cokelat bergaya formal. Pribadi yang anggun dan ramah, dia juga
terkenal baik.
Yang
aku tahu ia lulusan Kirin, dan merupakan salah satu lulusan terbaik.
Kontribusinya besar dalam ikut membangun Kirin hingga seperti ini. Jangankan
untuk Kirin, dedikasinya pada dunia hiburan Korea juga putut diberi
penghargaan. Ia merupakan seorang diva pop ternama, pemain drama yang handal
juga dancer yang berbakat. Satu lagi, ia juga merupakan kepala sekolah yang
hebat.
“Ayo,
sekarang semuanya ada diposisi masing-masing…” Kata Mrs. Sooyoung memberi
aba-aba. “Siap! Rolling! And action!”
Pertunjukan
pun dimulai, drama yang berdurasi 2 jam ini memiliki alur yang mudah dipahami
oleh setiap kalangan. Ceritanya mirip seperti serial-serial cerita Barbie yang
bertualang.
“Bagus…
Kalian semua sudah matang dalam segi acting, tarian kalianpun menarik, suara
kalian juga tidak usah diragukan lagi.” Kata Mrs. Sooyoung memuji penampilan
kami. “Hanya saja, ada beberapa kekurangan, dan sayangnya masing-masing dari
kalian memiliki kekurangan itu.” Lanjutnya.
“Tiffany
dan Sandara, kalian terlihat kurang kompak, kalian tidak terlihat seperti
saudara yang saling menyayangi, justru saling membenci. Taeyang, kau seharusnya
lebih terlihat membenci sang putri karena sang putri sempat membuatmu kesal,
tadi kau justru terlihat sangat dendam dengan sang pangeran, apa kau ada
masalah dengan Wooyoung?
“Ketiga
peri penjaga dan keempat peri hitam, suara kalian kurang harmonisasinya. Kedua
perampok, tadi kalian kehilangan satu dialog saat berhadapan dengan putri dan
pangeran.
“Wooyoung,
di lagu ‘A Whole New World’ suaramu kurang stabil. Dan Taeyeon saat kissing
scene, kau terlihat amat sangat kaku. Aku ingin kau benar-benar mencium
bibirnya... Mengerti semua?” Kata Mrs. Sooyoung menjelaskan kekurangan kita
masing-masing.
Aku
akui, pada saat kissing scene aku memang ragu untuk menciumnya karena aku belum
pernah melakukannya. Selama ini pria yang aku cium hanyalah ayahku itu juga
sudah lama sekali sebelum ia meninggal.
***
Dihari
kedua, saat latihan tiba, aku benar-benar melakukan kissing scene itu dengan
Wooyoung. Dan itu benar-benar membuatku malu, gugup dan takut. Rasanya agak
aneh menyentuh benda lunak itu dengan bibirku sendiri. Tapi… Entah mengapa aku
benar-benar deg-degan saat itu.
“Taeyeon!
Cut!” Masih kurang chemistry-nya .” Kata Mrs. Sooyoung memotong. “Oke yang lain
sudah bagus. Jadi kalian berkumpul disini… Kecuali Taeyeon dan Wooyoung.” Kata
Mrs. Sooyoung kepada semua peserta sambil menunjuk bangku-bangku penonton disebelahnya.
“Jadi,
Wooyoung, Taeyeon, lakukanlah kissing scene itu dengan benar, kami akan
memperhatikannya dari sini. Dan kalau kami semua, aku dan teman-temanmu berpendapat
bahwa ciumanmu sudah bagus, kalian semua boleh pulang.” Lanjutnya.
“Tunggu!
Jadi mereka akan berciuman sampai…” Kata-kata Tiffany terputus.
“Sampai
acting mereka natural dan bagus.” Kata Mrs. Sooyoung melanjutkan kata-kata
Tiffany.
Aku
melihat Tiffany dan Sandara melihatku sama dengan tatapan-tatapan sebelumnya,
tatapan kebencian. Mereka benar-benar membuatku merinding, terutama Sandara, ia
seperti memiliki sebuah rencana yang menakutkan.
“Action!!!”
Kata Mrs. Sooyoung memberi aba-aba agar aku memulai adegan itu.
“Bagaimana?”
Kata Mrs. Sooyoung ketika aku selesai melakukannya.
“Bagus,
ayo kita sudahi ini!” Kata Sandara tidak sabar. Tiffanypun mengangguk memberi
dukungan, baru kali ini aku melihat mereka kompak seperti itu.
“Siapa
yang setuju bahwa itu sempurna. Angkat tangan.” Mrs. Sooyoung memulai untuk
mengambil suara.
Dan
yang mengangkat tangan ada Sandara, Tiffany, dan kawanannya. Sedangkan yang
lainnya hanya diam sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Baiklah,
berdasarkan suara, kalian harus memulai adegan itu lagi.”
Dan
ketika selesai, pengambilan suarapun dilakukan kembali. Hal adegan itu aku
lakukan kira-kira sebanyak puluhan kali. Wooyoung terus menerus memberiku
semangat. Sampai pada akhirnya, pada percobaan yang kesekian kalinya, aku
berhasil melakukannya.
“Angkat
tangan kalian jika kalian merasa adegan itu sempurna.” Dan akhirnya semua
mengangkat tangan kecuali Mrs. Sooyoung.
“Ayolah
Mrs. itu sudah bagus.” Kata Tiffany membujuk. Dan bukan karena bujukannya
Tiffany, akhirnya Mrs. Sooyoung mengangkat tangan dan memberi selamat atas
actingku yang terlihat natural.
Jujur
aku tidak suka, sama sekali tidak suka dengan adegan ini. Adegan ini membuatku
selalu diawasi oleh kedua gadis itu. Dan itu agak membuatku risih. Tatapan itu
seakan mengancamku, menungguku lengah agar dapat menjatuhkanku.
“Lebih
baik kau kuantar pulang.” Kata Wooyoung yang datang tiba-tiba seusai kami
selesai latihan.
“Tidak
perlu, kau tau kan kalau rumahku dekat. Lagipula, mereka…” Kataku sambil
melirik kearah Sandara dan Tiffany. “Tidak akan menyukainya.” Lanjutku.
“Tapi
entah mengapa aku takut kau kenapa-kenapa, aku takut Sandara melakukan hal-hal
yang nekat, terlebih setelah latihan tadi.” Katanya dengan nada dan wajah
cemas.
“Tenang,
aku akan baik-baik saja… Semoga…” Kataku sambil memegang pundaknya, dan pergi
meninggalkannya.
***
Sepanjang
jalan, entah mengapa sangat sepi malam ini, hanya ada satu atau dua mobil lalu
lalang. Malam ini juga terasa lebih dingin dari malam-malam yang lain, bukan
karena suhu udara yang turun, tapi karena rasa takut lebih tepatnya. Sedari
tadi aku merasa ada yang mengikutiku. Tapi aku mencoba membuang jauh-jauh
pikiran negatif itu dan tetap berjalan tenang.
Aku
semakin panik, aku benar-benar bisa merasakan orang yang sedang mengikutiku,
tapi aku tidak memiliki keberanian untuk menoleh. Ketakutanku sudah memuncak,
aku memutuskan untuk mulai berlari namun ia pun mulai berlari mengejarku, aku
semakin cepat ia juga mempercepat langkahnya. Aku berlari, tanpa melihat ke
sekelilingku. Hingga akhirnya aku sadar bahwa aku sudah berada di depan gerbang
rumahku.
Dengan
panik aku membuka pintu gerbang itu dengan kunci rumah yang selalu kubawa, lalu
kembali menguncinya dan memastikan sudah terkunci dengan benar karena aku takut
ia nekat menerobos masuk. Aku membuka pintu rumahku dan langsung menuju kamarku
dilantai dua.
Dari
jendela aku melihat keluar, dan aku melihat sesosok orang yang mengenakan jubah
hitam dengan tudung berada tidak jauh dari rumahku. Aku bergidik ngeri,
penampilannya serta kemisteriusannya yang membuatku takut akan hal-hal buruk
yang mungkin saja terjadi padaku.
Sudah
dua jam aku melihat ia, tetapi ia tetap tidak bergerak satu sentimeter pun dari
posisinya. Saat pukul 12 malam ia baru menghilang. Entah kemana, tanpa
meninggalkan jejak. Aku benar-benar penasaran apa maksud dan tujuannya… Aku
harus lebih waspada…
***
“Apaa?!
Siapa yang menerormu, hah?” Tanya Luna terkejut karena ceritaku tentang
kejadian semalam.
“Entahlah,
tapi aku takut ia berniat jahat.” Kataku mulai menitikan air mata karena takut.
Luna
dan Soyeon yang merasa empati ikut menitikan air mata dan mulai memberikan
pelukan hangat agar aku lebih tenang sambil mengucapkan kata-kata yang
menguatkanku.
“Tenanglah
Taenggu… Kau akan baik-baik saja, tenang, sebisa mungkin kami akan membantumu.”
Kata Soyeon sambil mengusap air mataku.
“Positif
Thinking. Siapa tau hari ini ia tidak akan mengikutimu lagi. Positif thinking
aja Taenggu…” Kata Luna.
“Semogaa…”
Kataku gemetar karena masih ketakutkan.
“Yasudah,
mulai saat ini kami akan pulang bersamamu, untuk menemanimu.” Tawar Soyeon.
“Tidak
usah, nanti aku justru merepotkan kalian. Rumah kalian kan tidak searah
denganku. Kalau ia memang mengincarku biarlah asal ia jangan mengganggu kalian.”
“Hm…”
Soyeon tampak berpikir, “Kalau begitu… Tunggu disini…” Katanya sambil beranjak
pergi entah kemana.
Beberapa
menit kemudian ia kembali dengan seorang pria, Wooyoung. Tapaknya ia sudah
menceritakan kisahku padanya.
“Aku
sudah dengar dari Soyeon tentang ceritamu semalam. Apa yang aku takutkan
benar-benar terjadi. Aku tau jelas siapa pelakunya…” Kata Wooyoung dengan nada
setengah berbisik.
“Siapa?”
Tanya Soyeon penasaran.
“Salah
satu dari dua orang yang tidak menyukai kedekatan antara aku dengan mu.”
“Tiffany?”
Tebak Luna.
“Sandara!”
Kata Soyeon dengan nada yakin.
“Sandara,
tepat. Setiap ancaman yang keluar dari mulutnya bukan main-main sama sekali.”
Kata Wooyoung.
“Lalu
apa yang harus aku perbuat? Minta maaf padanya?” Kataku.
“Tidak
mungkin semudah itu, kalau ia menganggapmu ancamannya ia akan terus mengejarmu,
seperti yang ia lakukan pada Kang Soyu.” Kata Soyeon.
“Siapa
itu Soyu?” Tanyaku polos.
“Ia
kekasihku. Ia sudah meninggal setahun yang lalu. Kecelakaan.”
“Oh
maafkan aku Wooyoung.” Wooyoung menggeleng.
“Entah
murni kecelakaan atau rekayasa. Namun dari bukti-bukti sebenarnya ditemukan
adanya luka tusuk serta bekas penganiayaan disekujur tubuhnya. Dan orang
terakhir yang bersamanya saat itu adalah Sandara, sahabatnya sendiri.” Cerita
Soyeon.
“Entah
mengapa aku yakin bahwa pembunuhan keji itu dilakukan oleh Sandara. Karena Soyu
selalu mengatakan padaku tentang semua ancaman Sandara.” Lanjut Wooyoung.
“Tapi
kenapa Tiffany tidak diancam seperti itu?” Tanya Luna.
“Pertama,
aku tidak pernah membalas cinta Tiffany, oleh karena itu ia tidak merasa
terganggu, ia hanya merasa terganggu dengan wanita yang aku cintai. Kedua
Tiffany tidak selemah Soyu dan Taeyeon, Tiffany sama kuat dengan dirinya.”
“Jadi
gimana nih? Ada ide gak buat bantuin Taeyeon?” Tanya Luna.
“Hmm…
Bagaimana kalau…” Tiba-tiba Soyeon mendapatkan sebuat ide dan mulai
membisikannya kepada kita.
***
“Sepulang
latihan nanti kita mampir ke café dulu yuk?” Kata Luna sengaja dengan suara
keras agar Sandara yang berada tidak jauh dari kami dapat mendengarnya.
“Baiklah.”
Jawabku dengan suara tidak kalah keras.
“Kau
Wooyoung mau ikut gak??” Tanya Soyeon.
“Baiklah
kalau ada Taeyeon disana aku pasti ikut…” Katanya dengan nada menggoda.
“Ciiiieeeee…”
Kata Luna dan Soyeon menggoda.
“Aku
boleh ikut gak?” Kata Tiffany yang muncul secara misterius. Dan belum sempat
kami menjawab tiba-tiba…
“Aku
boleh ikut?” Kata Sandara.
“Ih,
apaan sih? Ngikutin aja!” Kata Tiffany sewot.
“Yee…
Kamu tuh…”
“Sudah
gak usah berantem.” Kataku melerai. Merekapun menatapku lagi dengan tatapan
seperti biasa.
“Boleh,
asal kedua dayang-dayang kalian tidak ikut.” Kata Luna memberikan syarat.
“Okey…”
Kata mereka berdua berbarengan.
“Yasudah
ayo kita berangkat.” Ajak Soyeon. Tiffany dan Sandara pun berjalan sambil
menggandeng lengan Wooyoung, sebelah kanan Tiffany dan sebelah kiri Sandara.
Mereka bersaing dalam menunjukkan kemesraannya.
Selama
perjalanan menuju parkiran Sandara bersandar dibahu Wooyoung, dan seakan tidak
mau kalah Tiffany juga bersandar dibahu kanan Wooyoung sambil mengelus-elus
lembut lengan Wooyoung dengan mesra. Aku jadi agak cemburu melihat pemandangan
yang ganjil itu.
“Akuuu
duduk didepannn…” Kata Tiffany sambil berlari menuju mobil Wooyoung.
“Tunggguuu…
Enak aja, aku yang didepaaaannn.” Kata Sandara mulai mengejar Tiffany.
“Kalian
bisa lebih dewasa gak? Malu tau berantem mulu. Kalian masing-masing kan bawa
mobil, gimana sih?” Kata Wooyoung.
“Gampang,
nanti mobilku biar aku serahin ke Jessica biar dia yang nganterin kerumahku.”
Kata Tiffany dengan semangat.
“Hyorin
juga bisa aku suruh nganterin kerumahku, yang penting sekarang aku satu mobil
denganmu dan aku duduk bersebelahan denganmu…” Kata Sandara.
“Oh
iya, ngomong-ngomong, mobilnya kan cuma bisa untuk 5 orang, sementara kita ada
enam orang.” Kata Soyeon mengingatkan.
“Suruh
aja Taeyeon pulang, gampang kan?” Kata Tiffany.
“Enak
aja, yang punya rencana awal kan aku, Luna dan Taeyeon, kalo mau kalian aja
yang pulang.” Bentak Soyeon. Mereka berdua hanya membuang muka kearah
berlawanan.
Akhirnya
hal yang mengenaskan terjadi padaku. Aku yang mengemudikan mobil Wooyoung
sementara Sandara, Tiffany dan Wooyoung duduk dibelakang dengan Wooyoung
ditengah-tengah mereka tentunya. Sementara Luna dan Soyeon mengendarai mobil Tiffany
yang tidak jadi dititipkan pada Jessica. Aku jadi merasa seperti supir yang
mengantar seorang pengusaha beristri dua.
Sesampainya
di café, Wooyoung memilihkan tempat didekat pintu masuk. Sudah sekitar satu jam
kami disana membahas masalah sekolah, drama, dan lain-lain. Selain itu Wooyoung
terlihat lebih perhatian padaku seperti membersihkan mulutku dari bekas es krim
dengan tisu, sampai membereskan rambutku yang sama sekali tidak berantakan.
Sangat
terlihat bahwa Tiffany tidak menyukainya, namun Sandara terlihat amat sangat
tidak menyukainya. Setengah jam berikutnya Luna dan Soyeon pamit untuk pulang
karena ada keperluan mendadak meninggalkanku dengan segala ke-angkeran ini.
“Maaf
ya semua, kami pulang duluan.” Kata Luna.
“Byeee…”
Kata Soyeon sambil tersenyum dan mendekatkan wajahnya ketelingaku. “Jaga dirimu
ya.” Lanjutnya dan aku hanya mengangguk pelan.
Kira-kira
satu jam berselang setelah perginya kedua sahabatku itu sampai akhirnya kami
memutuskan untuk pulang. Karena desakan Wooyoung akhirnya Tiffany pulang dan
mengendarai mobilnya sendiri serta aku pulang dan mencari taksi yang masih
kosong. Sedangkan Sandara masih di café menunggu Jiyeon menjemputnya.
Karena
susah sekali mencari taksi yang kosong akhirnya aku memutuskan untuk menaiki
bis dan aku perlu berjalan dulu sampai aku dapat menemukan halte bis yang rute-nya
menuju kearah rumahku. Sekarang sudah jam sembilan dan daerah ini sangat sepi.
Akupun mulai menggigil dan merinding karena hawa dingin malam ini.
Aku
terus berjalan dalam diam sampai aku melihat sosok yang sangat tidak asing
bagiku karena aku pernah melihatnya. Sosok orang berjubah hitam itu sedang berdiri
dibawah lampu jalan yang cahayanya remang-remang. Ia mendekat, dan entah
mengapa kakiku tidak ingin digerakan untuk menjauh darinya.
Tubuhku
gemetar, keringat dingin membanjiri sekujur tubuhku, dan ketika ia semakin
mendekat aku mundur dua langkah namun karena rasa gugup aku tersandung oleh
kakiku yang lain dan terjatuh dalam posisi duduk. Pandanganku terus kearahnya
ia dan tudung hitamnya benar-benar menakutkan.
Sekitar
satu meter dari jarakku ia berhenti dan mulai membuka tudung kepalanya.
Perlahan terlihat wajah yang benar-benar aku kenal namun diluar dugaan kami,
orang itu adalah Tiffany. Ia tersenyum dan mulai menunjukan deretan giginya. Ia
tersenyum puas atas rasa takutku.
“Kaget?
Hah?” Katanya dengan suara yang terdengar misterius.
“Ti…
ffa… ny? Mana mung… kin??” Kataku gugup.
“Kau
pikir aku Sandara? Salah besar honey, salah besar…” Katanya sambil mengambil
sesuatu dari kantung jubahnya, sebuah pisau lipat.
“Jangan-jangan
kau yang…” Kata-kataku terpotong.
“Membunuh
Soyu? Tebakanmu benar, aku yang memang aku yang membunuhnya.” Katanya.
“Kau
kejam, tidak berprikemanusiaan?!” Kataku yang mulai berani. Ia tampaknya tidak
senang dengan ucapanku, ia langsung berjongkok dan menarik daguku. Wajah kami
jadi saling berhadapan, dan aku lihat tatapan yang benar-benar aneh darinya.
“Berani kau membentakku, hah!!”
“Tiffany!!”
Tiba-tiba sebuah suara menghentikan pembicaraan kami. Sandara terlihat kaget
dengan apa yang ia lihat.
“Bagus
kau ada disini, biar aku jelaskan kematian sahabatmu itu.”
“Soyu
maksudmu? Jadi kau tau apa yang terjadi? Atau jangan-jangan kau yang
membunuhnya?” Tuduh Sandara.
Tiffany
langsung berlari kearah Sandara dan langsung memukul gadis itu berulang kali
dibagian perut. Tampaknya Sandara benar-benar tidak dapat melawannya. Lalu
dengan kasar Tiffany menarik tubuh Sandara serta menarik tubuhku juga hingga
kesebuah persimpangan yang sangat sepi. Setelah merasa menemukan tempat aman,
ia mendorong tubuh kami, kamipun jatuh terduduk.
“Saat
itu dimalam setelah ia pulang les, aku sudah tau bahwa ia akan melewati jalan
sepi demi menghindari kemacetan dimalam hari. Jadi aku mengendarai mobilku dan
mengikuti mobilnya bermaksud untuk menerornya sama seperti yang aku lakukan
padamu sekarang, mengenakan pakaian konyol ini. Namun tampaknya ia sangat
ketakutan sampai kehilangan kendali dan menabrak sebuah pohon.
“Lalu
aku mendekati mobilnya dan mendapati ia dalam keadaan sekarat. Dan pada saat
itulah aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Aku memukulnya dengan
tongkat yang sudah aku persiapkan serta menusukan pisau lipatku diperutnya
hingga ia tidak bernyawa lagi. Dan baru ketika aku merasa puas aku pergi
membiarkan mayatnya ditemukan orang lain besok.” Katanya dengan nada yang berat
dan berbeda dari Tiffany seperti biasanya.
“Kejam
sekali kau ini, tega-teganya kau ini. Salah apa Soyu padamu? Hah?” Tampaknya
Sandara mulai marah.
“Diam
kau, kau tau sendiri kan bahwa sahabatmu itu berpacaran dengan Wooyoung, dan
aku tidak terima itu.”
“Kalau
memang Wooyoung tidak menyukaimu, kau tidak bisa memaksakannya. Cinta tidak
bisa dipaksakan. Kau tau itu!” Kata Sandara tegas.
“Kau
pikir apa yang kau lakukan selama ini hah? Kau bahkan rela mengancam bunuh diri
untuk mendapatkan cinta Wooyoung hah?” Bantah Tiffany.
“Dan
aku baru tau kalau itu salah, aku tidak mau memaksakan cinta lagi.” Kata
Sandara yang akhirnya sadar akan kelakukan buruknya selama ini.
“Sekarang
biarkan kami pergi.” Lanjut Sandara.
“Tidak
semudah itu, kalian sudah mendengar kejadian sebenarnya tentang Soyu, maka
kalian tidak akan dapat pergi dengan selamat.”
“Apa
yang akan kau lakukan?” Tanyaku.
“Ini!”
Ia memperlihatkan pisau lipatnya dan mulai mengeluarkan mata pisaunya.
Saat
ini Sandara dengan kuat menggenggam tanganku. Tidak pernah kulihat Sandara
selemah ini, ia menangis, pasrah dan takut, tangannya pun dingin sedingin es.
Tampaknya kekuatan Tiffany benar-benar tidak dapat ia tandingi. Tiffany mulai
mengambil ancang-ancang.
“Sini
kau!!!” Teriaknya sambil menarik Sandara dan menekan tubuh Sandara kedinding.
“Kau yang pertama, semoga kau cepat menemukan sahabatmu di neraka sana!!!” Ia
mengarahkan pisau lipatnya keperut Sandara, ia tidak menusukannya hanya
menyentuhkan ujung mata pisaunya diperut Sandara.
“Ini
yang akan kau terima jika kau telah tau banyak tentang rahasia diriku.”
Ancamnya.
“Tidaaakkk!
Jangaaan!” Teriakku yang juga merupakan sebagai tanda agar mereka datang keluar
menyelamatkan kami.
Mereka
langsung datang tepat waktu tepat sebelum Tiffany menusukan pisaunya, sesuai
rencana Wooyoung dan yang lainnya datang dan langsung mengepung Tiffany.
Wooyoung dan Soyeon memelukku, Jonghyun dan Kyuhyun menyergap Tiffany yang
tampak panik serta Taeyang menenangkan Sandara. Tak lama berselang Luna dan Fei
datang dengan beberapa mobil polisi.
Wooyoung
berhasil merekam pembicaraan kami terutama pernyataan mengenai kematian Soyu,
juga ancaman-ancaman Tiffany terhadap kami. Setidaknya itu bisa menjadi bukti
yang kuat untuk menjebloskan Tiffany kepenjara dan mengamankannya untuk
beberapa tahun kedepan. Kami semua benar-benar lega dan beberapa teman yang
lain juga sempat tidak percaya dengan pengakuan yang mereka dengar dari
Tiffany.
Selama
ini kami menganggap Sandara lah biang keladi dibalik kematian Soyu, ternyata
kami salah dan kami berhutang maaf padanya atas tuduhan tanpa bukti itu
kepadanya, kepada Sandara.
***
Keesokan
harinya, berita soal tertangkapnya Tiffany serta terbongkarnya kejadian
sebenarnya tentang kematian Soyu menyebar dengan sangat cepat. Seisi sekolah
geger dengan berita itu. Tak terkecuali Mrs. Sooyoung ia merasa malu, amat
sangat malu dengan apa yang Tiffany lakukan.
Kedua
sahabat Tiffany; Jessica dan Seohyun pun kaget dan merasa terpukul dengan apa
yang menimpa ketua mereka. Mereka terlihat lebih murung dari biasanya. Sandara
juga mengalami perubahan, sikapnya terhadap Wooyoung dan aku benar-benar sudah
berubah. Ia jadi lebih bersikap biasa pada Wooyoung dan bersikap sangat ramah
padaku.
Ia
juga sepertinya mulai membuka hatinya untuk Taeyang laki-laki yang sejak dulu
sekali sudah memberikan cinta yang tulus padanya. Dan perkembangan antara
hubunganku dengan Wooyoung mulai mengalami progress yang baik kearah yang lebih
serius. Sepertinya benar kata pepatah, habis gelap terbitlah terang. Setelah
semua derita dan lukaku sekarang semua berubah 360 derajat menjadi lebih, jauh
lebih baik.
***
“H-5
dan kita kehilangan salah satu pemeran utama?!” Kata Mrs. Sooyoung panik.
“Kita
bisa mengganti judulnya dari ‘Princess Katerinna and the Witches’ menjadi ‘Princess
Katerinna and the Witch’.” Saran Soyeon.
“Tidak
mungkin, judul ‘Princess Katerinna and the Witches’ sudah tercantum didalam
catalog acara amal tersebut. Terlalu beresiko untuk menggantinya.” Jelas Mrs.
Sooyoung.
“Bagimana
kalau salah satu dari kita menggantikan peran Tiffany??” Saranku.
“Iya
Mrs. siapa tau ada yang cocok.” Dukung Sandara.
“Baiklah,
mari kita mulai.”
Jadi,
dari semua perempuan yang terlibat dalam drama ini - tidak termasuk aku dan
Sandara - dicasting ulang satu persatu dengan menggunakan dialog, tarian serta
lagu yang dinyanyikan Terremar. Dan dari semua perempuan-perempuan itu, yang
paling sempurna dalam memerankan Terremar adalah Jessica, entah bagaimana
caranya tapi ia benar-benar dapat menguasai peran Terremar. Selanjutnya
karakter Jona salah satu peri hitam milik Terremar digantikan oleh Jiyeon serta
karakter Yona salah satu peri hitam milik Maressen terpaksa dihapus.
“Oke
semua… Kita sudah mendapatkan our new Terremar, so, let’s practice again.”
Perintah Mrs. Sooyoung.
Karena
ada beberapa pergantian peran, gladi resik yang seharusnya dilakukan sehari
sekali jadi ditambah intensitasnya menjadi dua kali dalam sehari. Namun jujur
itu membuatku sedikit bahagia, karena aku dapat berlama-lama bersama dengan
Wooyoung.
***